Desa Gladag

Kecamatan Rogojampi
Kabupaten Banyuwangi - Jawa Timur

Artikel

SEJARAH TARAWIH: DIHIDUPKAN RASULULLAH, DIKUATKAN UMAR BIN KHATTAB

Admin Desa

16 Mar 2025

57 Kali Dibaca

Elmedia – Malam turun dengan tenang. Langit di atas Madinah terbentang luas, bintang-bintang berkelip dalam kesunyian. Udara terasa hangat, tetapi tidak menyengat.

Di sudut-sudut kota, lampu-lampu kecil menyala, menerangi jalan-jalan yang lengang. Di dalam masjid, orang-orang berdiri rapat, bahu bersentuhan, hati mereka penuh harap. Malam itu, mereka menunaikan sesuatu yang istimewa: shalat tarawih.

Shalat itu bukan ibadah biasa. Ia hanya datang sekali dalam setahun, menemani bulan yang penuh berkah. Tarawih bukan sekadar gerakan, bukan hanya bacaan, tetapi pertemuan jiwa dengan Allah di saat dunia sedang terlelap.

Awal Mula Cahaya Malam

Tarawih dimulai sejak zaman Rasulullah ﷺ. Pada suatu malam di bulan Ramadan, beliau keluar dari rumahnya dan menunaikan shalat di masjid. Seorang sahabat melihatnya, lalu ikut bergabung.

Malam berikutnya, jumlah mereka bertambah. Malam ketiga, masjid penuh sesak. Semua ingin mengikuti Rasulullah ﷺ, ingin merasakan kedekatan dengan Allah sebagaimana beliau merasakannya.

Lalu, pada malam keempat, Rasulullah ﷺ tidak keluar rumah. Orang-orang menunggu, berharap beliau datang, tetapi pintu rumahnya tetap tertutup. Saat fajar tiba, beliau bersabda kepada mereka:

“Aku tahu apa yang kalian lakukan tadi malam. Aku tidak keluar karena aku khawatir shalat ini akan diwajibkan atas kalian, sedangkan kalian tidak akan mampu menunaikannya.” (HR. Bukhari, no. 2012; Muslim, no. 761)

Sejak itu, tarawih tetap menjadi sunnah. Ia bukan kewajiban, tetapi anugerah. Sesuatu yang ringan diucapkan, tetapi berat nilainya di sisi Allah.

Era Umar bin Khattab: Cahaya yang Dikokohkan

Waktu berlalu. Rasulullah ﷺ wafat, kepemimpinan Islam berpindah ke Abu Bakar, lalu ke Umar bin Khattab. Di masjid Nabawi, orang-orang masih shalat tarawih, tetapi mereka melakukannya dalam kelompok-kelompok kecil.

Ada yang shalat sendiri, ada yang berdua, ada yang bertiga. Suara mereka bersahutan, ayat-ayat Al-Qur’an bergema dalam kesunyian. Umar melihat ini dan merasa ada yang kurang.

Ibadah ini indah, tetapi belum tertata. Lalu, dengan kebijaksanaannya, ia mengumpulkan semua orang dan menunjuk Ubay bin Ka’b sebagai imam. Kini, mereka shalat dalam satu jamaah, di bawah satu suara.

Ketika Umar melihat mereka shalat dalam kekhusyukan, ia tersenyum dan berkata, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.” (HR. Bukhari, no. 2010)

Sejak saat itu, tarawih tidak lagi dilakukan dalam kelompok kecil. Ia menjadi ibadah yang hidup, menyatu dalam jamaah, menyebar ke seluruh penjuru negeri Islam.

Berapa Rakaat Tarawih?

Ada yang melakukannya delapan rakaat, ada yang dua puluh, bahkan ada yang lebih dari itu. Semua berdasarkan dalil dan kebiasaan yang berkembang.

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah ﷺ tidak pernah menambah lebih dari sebelas rakaat dalam shalat malam, baik di Ramadan maupun di luar Ramadan.” (HR. Bukhari, no. 1147; Muslim, no. 738)

Namun, di zaman Umar, shalat tarawih dilakukan dua puluh rakaat, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Imam Malik dan Imam Baihaqi. Tidak ada yang salah dalam jumlah rakaat. Yang penting bukan angka, tetapi kekhusyukan.

Imam Ahmad bin Hanbal pernah ditanya, “Mana yang lebih utama, shalat tarawih delapan rakaat atau dua puluh rakaat?”

Beliau menjawab, “Jika mereka membaca panjang dan sedikit rakaat, itu baik. Jika mereka membaca pendek dan banyak rakaat, itu juga baik.”

Islam adalah agama kelembutan. Tidak ada paksaan dalam ibadah ini, hanya keikhlasan yang diterima.

Witir: Penutup yang Menghangatkan Malam

Setelah tarawih, ada satu shalat yang tidak boleh ditinggalkan: shalat witir. Rasulullah ﷺ bersabda, “Shalat witir adalah hak setiap Muslim. Barang siapa ingin melaksanakannya tiga rakaat, silakan. Barang siapa ingin satu rakaat, silakan.” (HR. Abu Dawud, no. 1422; An-Nasai, no. 1675)

Witir adalah pelengkap, penutup malam, cahaya terakhir sebelum tidur. Rasulullah ﷺ menyebutnya sebagai shalat yang tidak boleh ditinggalkan.

Dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Kekasihku (Rasulullah ﷺ) mewasiatkan tiga hal kepadaku: puasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari, no. 1981; Muslim, no. 721)

Rakaatnya bisa satu, bisa tiga, bisa lebih. Ada yang melakukannya dengan tiga rakaat sekaligus, ada yang memisahkannya dua-dua, lalu satu rakaat sendiri. Semuanya memiliki dasar.

Dalam satu riwayat, Rasulullah ﷺ membaca doa qunut witir. Beliau mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah, berikanlah aku petunjuk sebagaimana Engkau telah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang Engkau cintai…” (HR. Abu Dawud, no. 1425)

Itulah malam-malam Ramadan. Malam yang tidak hanya diisi dengan tidur, tetapi dengan doa dan harapan.

Malam yang Penuh Kemuliaan

Dahulu, para sahabat menangis saat Ramadan hampir berakhir. Mereka tahu, tarawih akan segera pergi, witir akan kembali menjadi ibadah pribadi, dan malam-malam masjid tidak akan seramai biasanya.

Ibnu Rajab al-Hanbali berkata, “Ketika Ramadan berakhir, para sahabat menangis. Mereka merasakan perpisahan dengan ibadah yang telah menyentuh hati mereka.”

Tidak ada yang tahu apakah mereka akan bertemu Ramadan lagi. Tidak ada yang tahu apakah mereka masih bisa berdiri dalam saf yang rapat, mendengar imam membaca ayat-ayat panjang, menangis dalam sujud yang lama.

Karena itu, bagi mereka, setiap malam Ramadan adalah kesempatan. Setiap rakaat tarawih adalah hadiah. Setiap witir adalah pertemuan terakhir yang mungkin tidak akan datang lagi.

Maka mereka memperpanjang sujud, meresapi doa, dan merasakan nikmatnya ibadah yang tidak bisa ditemukan di bulan-bulan lain.

Dan begitulah shalat tarawih dan witir. Ia bukan sekadar rangkaian gerakan, bukan sekadar ritual. Ia adalah cahaya yang menembus malam, menghapus dosa, menyatukan hati dengan Sang Pencipta.

Dan di setiap rakaatnya, ada doa yang tidak pernah sia-sia. Ada harapan yang terbang tinggi. Ada jiwa yang kembali bersih, seolah dilahirkan kembali.

Kirim Komentar

Nama
Telp./HP
E-mail

Komentar

Captha

Komentar Facebook

Jam Kerja

Hari Mulai Selesai
Senin 07:30:00 15:30:00
Selasa 07:30:00 15:30:00
Rabu 07:30:00 15:30:00
Kamis 07:30:00 15:30:00
Jumat 07:00:00 15:00:00
Sabtu Libur
Minggu Libur

Sinergi Program

Media Sosial

Pengunjung

Hari ini:161
Kemarin:717
Total:75,848
Sistem Operasi:Unknown Platform
IP Address:216.73.216.1
Browser:Mozilla 5.0

Transparansi Anggaran

APBDes 2024 Pelaksanaan

Pendapatan

AnggaranRealisasi
Rp 2.283.877.100,00RP 2.283.342.317,71

Belanja

AnggaranRealisasi
Rp 2.303.703.564,41RP 2.249.740.321,00

Pembiayaan

AnggaranRealisasi
Rp 19.826.464,41RP 19.826.464,41

APBDes 2024 Pendapatan

Hasil Aset Desa

AnggaranRealisasi
Rp 79.800.000,00RP 79.800.000,00

Dana Desa

AnggaranRealisasi
Rp 1.243.675.000,00RP 1.243.675.000,00

Bagi Hasil Pajak Dan Retribusi

AnggaranRealisasi
Rp 93.111.100,00RP 93.111.100,00

Alokasi Dana Desa

AnggaranRealisasi
Rp 864.201.000,00RP 864.201.000,00

Bunga Bank

AnggaranRealisasi
Rp 3.090.000,00RP 2.534.217,71

Lain-Lain Pendapatan Desa Yang Sah

AnggaranRealisasi
Rp 0,00RP 21.000,00

APBDes 2024 Pembelanjaan

Bidang Penyelenggaran Pemerintahan Desa

AnggaranRealisasi
Rp 1.023.595.564,41RP 1.001.934.000,00

Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa

AnggaranRealisasi
Rp 743.665.000,00RP 725.985.321,00

Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Desa

AnggaranRealisasi
Rp 139.518.000,00RP 128.929.000,00

Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa

AnggaranRealisasi
Rp 285.325.000,00RP 281.292.000,00

Bidang Penanggulangan Bencana, Darurat Dan Mendesak Desa

AnggaranRealisasi
Rp 111.600.000,00RP 111.600.000,00

Lokasi Kantor Desa

Latitude:-8.3342879
Longitude:114.28509

Desa Gladag, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi - Jawa Timur

Buka Peta

Wilayah Desa