
Desa Gladag
Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi - 35
Admin Desa | 02 September 2025 | 4 Kali Dibaca

Artikel
Admin Desa
02 Sep 2025
4 Kali Dibaca
JAKARTA, 2 September 2025 – Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai istilah “nonaktif” yang dipakai Partai NasDem, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Golkar terhadap kadernya yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak memiliki dasar hukum. Menurut dia, langkah tersebut hanyalah kebijakan internal partai yang tidak berpengaruh terhadap status keanggotaan di parlemen.
“Undang-Undang MD3 tidak mengenal istilah nonaktif. Yang ada hanya mekanisme pergantian antar waktu (PAW),” ujar Titi saat dihubungi, Minggu (31/8).
Ia menjelaskan, mekanisme PAW diatur dalam Pasal 239 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MD3. Prosesnya dimulai dari usulan resmi partai kepada pimpinan DPR, kemudian diteruskan kepada presiden. Presiden lantas menerbitkan keputusan untuk memberhentikan anggota DPR yang bersangkutan sekaligus menetapkan penggantinya, yakni calon legislatif dengan suara terbanyak berikutnya dari daerah pemilihan yang sama pada pemilu terakhir.
Kritik Akademisi Lain
Pendapat senada juga disampaikan dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona. Ia menyebut, istilah nonaktif yang dipakai partai hanyalah akal-akalan politik untuk meredam kritik publik.
“Ungkapan dari pimpinan partai politik bahwa anggotanya di-nonaktifkan hanyalah akal-akalan yang tidak didasarkan pada perundang-undangan,” kata Yance, Senin (1/9).
Yance menegaskan, bila partai serius merespons aspirasi masyarakat, seharusnya mencabut keanggotaan anggota DPR yang dinilai bermasalah. Setelah itu, partai mengajukan pergantian antar waktu kepada pimpinan DPR dan presiden.
Sementara itu, dosen Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menekankan bahwa istilah nonaktif tidak dapat disamakan dengan pemberhentian sementara. Menurut dia, pemberhentian sementara anggota DPR hanya bisa dilakukan jika yang bersangkutan berstatus terdakwa dalam perkara pidana dengan ancaman hukuman lima tahun ke atas atau tindak pidana khusus.
“Masalahnya, ini tidak lahir dari otoritas partai politik. Jadi, tidak bisa partai tiba-tiba memberhentikan sementara kepada DPR,” ujar Herdiansyah.
Lima Politikus Dinonaktifkan
Meski menuai kritik akademisi, tiga partai politik tetap menonaktifkan sejumlah kader mereka dari DPR mulai 1 September 2025. Partai NasDem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. DPP PAN menyusul dengan menonaktifkan Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio serta Surya Utama atau Uya Kuya.
Partai Golkar juga memberlakukan kebijakan serupa dengan menonaktifkan Wakil Ketua DPR periode 2024-2029, Adies Kadir.
Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, menyebut keputusan itu diambil demi menjaga disiplin dan etika fraksi. “Mencermati dinamika masyarakat belakangan ini, kami menegaskan bahwa aspirasi rakyat tetap menjadi acuan utama perjuangan Partai Golkar,” ujarnya.
Gelombang Protes
Kelima politikus itu dinonaktifkan setelah menuai sorotan publik. Ahmad Sahroni, misalnya, dikritik karena menyebut pihak yang menggaungkan wacana pembubaran DPR sebagai “orang tolol”.
Dua politikus PAN, Eko Patrio dan Uya Kuya, juga menuai kecaman. Eko Patrio dikecam setelah mengunggah video parodi berjoget musik “horeg” di akun TikTok pribadinya. Video itu dianggap melecehkan publik, terlebih setelah aksi berjoget anggota DPR dalam sidang tahunan MPR pada 15 Agustus 2025 menuai protes luas.
Komentar Facebook
Jam Kerja
Hari | Mulai | Selesai |
---|---|---|
Senin | 07:30:00 | 15:30:00 |
Selasa | 07:30:00 | 15:30:00 |
Rabu | 07:30:00 | 15:30:00 |
Kamis | 07:30:00 | 15:30:00 |
Jumat | 07:00:00 | 15:00:00 |
Sabtu | Libur | |
Minggu | Libur |
Kategori
Agenda

Belum ada agenda terdata
Pengunjung
Hari ini | : | 532 |
Kemarin | : | 558 |
Total | : | 88,376 |
Sistem Operasi | : | Unknown Platform |
IP Address | : | 216.73.216.41 |
Browser | : | Mozilla 5.0 |
Kirim Komentar